- Home »
- Filsafat Fenomenologi
Bang Rey
On Kamis, 04 Oktober 2018
A.
Pengertian
Fenomenologi
Kata “fenomenologi” berasal dari kata yunani ”fenomenom”, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa indonesia biasa dipakai istilah gejala. Jadi, fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomenom atau segala sesuatu yang menampakan dirinya. Fenomenologi juga dapat diartikan sebagai fenomen (gejala) yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Kebalikan kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit gejala batuk, pilek. Dalam filsafat fenomenologi, arti diatas berbeda yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diaamati oleh panca indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dalam dirinya sendiri apa adanya.
Dan
yang lebih penting dalam filsfat fenomenologi sebagai sumber berpikir yang
kritis. Pemikiran yang sedemikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara
tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif.
B.
Sejarah
Dan Perkembangan Aliran Fenomenologi
Tokoh
fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938). Ia adalah pendiri fenomenologi
yang berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan manusia untuk
mencapainya. Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bahwa
untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali pada
“benda-benda” sendiri.
"Edmund Husserl pendiri teori fenomenologi"
Karya Edmund yang
berjudul logical investigations (1900)
mengawali sejarahb lahirnya fenomenologi. Fenomenologi yang merupakan salah
satu cabang ilmu filsafat, pertama kali dikembangkan di universitas-universitas
jerman sebelum meletusnya perang dunia pertama khususnya oleh Edmund Husserl,
yang kemudian dilanjutkan oleh Martin Haidehher dan yang lainnya, seperti Jean
Paul Sarte. Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan Merleau-Ponty memasukan ide-ide
dasar fenomenologi dalam sudut pandang eksistensialisme.
A.
Tokoh-Tokoh
Fenomenologi
Inti pemikiran Edmund tentang fenomenologi yaitu untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali pada ”benda-benda” sendiri. Akan tetapi benda-benda tidak secara lansung memperlihatkan hakikat dirinya. Apa yang kita temui pada “benda-benda” itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakikat. Hakikat benda itu ada dibalik yang kelihatan itu. Karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakikat, diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan hakikat pada pemikiran kedua ini adalah intuisi \.
Dalam usaha melihat hakikat melalui intuisi ini,
Hysserl memperkenalkan pendekatan reduksi.
Yamg dimaksud dengan reduksi dalam hal ini adalah penundaan segala pengetahuan
yang ada tentang objek sebelum dilakuan pengamatan intuitif.
Ada tiga reduksi yang ditempuh untuk mencapai
realitas fenomen dalam pendekatan fenomenologi,yaitu:
1) Reduksi
fenomenologis,
2) Reduksi
eidetis, dan
3) Reduksi
fenomenologi-transendental.
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk memandang realistis. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan lansung dengan realitas berdasarkan intuisi.
Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting
dalam pengalaman filsfat diantaranya:
1) Fakta
natural, yaitun berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda
yang nampak dalam pengalaman biasa.
2) Fakta
ilmiah, yaitubyang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan
semakin abstrak.
3) Fakta
fenomenologis, merupakan isi intutif
yang merupakan hakikat dari pengalaman lansung.
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamamnya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang diluar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan, atau pembicaraan. Bagi Heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala potensinya meski dalam kenyataan seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu betanggung jawab atas potensi yang belum teraktualisasikan.
Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamamnnya sendiri tentang realitas, dengan begitu dia menjauhi diri dari dua ekstrim yaitu :
Pertama, hanya
meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang telah dikatakan orang
tentang relita, dan kedua hanya
memeperhatikan segi-segi luar dari pengalaman tanpa menyebut-nyebut reakitas
sama sekali.
- KELEBIHAN DAN KEKURANGAN FILSAFAT FENOMENOLOGI
Kelebihan filsafat fenomenoligi diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :
- fenomenologi sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan penomena dengan apa adanya dengan tidak memanipulasi data, aneka macam teori dan pandangan.
- fenomenologi mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran dengan benar-benar yang objektif.
- fenomenologi memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh tidak terpisah dari objek lainnya.
Dengan demikian fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik, bukan pendekatan partial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati, hal ini lah yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan pada saat ini terutama ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian agama.
Dari berbagai kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai kelemahan, seperti :
- Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan suatu yang absurd.
- Pengetahuan yang didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan nilai (value-bound).
sumber: www.wikipedia.com